5 Tips Sales Marketing: Menjual dengan Nilai, Bukan Sekadar Harga
Dalam dunia sales marketing modern, pendekatan yang hanya menonjolkan fitur mulai kehilangan daya tariknya. Menurut penelitian HubSpot (2024), 60% pelanggan mengatakan mereka akan lebih memilih membeli dari penjual yang memahami kebutuhan mereka dibanding yang sekadar menjelaskan produk.
Sekarang, coba ingat kembali kapan terakhir kali Anda membeli sesuatu hanya karena spesifikasi teknisnya? Mayoritas pelanggan mengambil keputusan membeli karena merasa butuh, merasa cocok, atau bahkan merasa terhubung secara emosional dengan produk atau brand tersebut. Inilah mengapa strategi sales marketing yang efektif tidak berhenti di fitur. Pelanggan tidak hanya membeli produk, mereka membeli solusi. Dan semakin relevan solusi itu dengan kebutuhan mereka, semakin besar peluang kita menutup penjualan.
Berikut lima strategi yang bisa membantu Anda meningkatkan kualitas interaksi dengan pelanggan, sehingga mereka melihat nilai lebih dari yang Anda tawarkan.
1. Pahami Motivasinya: Rasional atau Emosional
Setiap pelanggan mempunyai alasan dibalik keputusan yang berbeda untuk membeli. Ada pelanggan yang sangat rasional, yaitu mereka menghitung biaya, mempertimbangkan daya tahan, atau menimbang manfaat jangka panjang. Misalnya, seorang manajer procurement yang membeli mesin produksi pasti fokus pada efisiensi biaya operasional dan umur pakai.
Namun, ada juga pelanggan yang lebih emosional, yaitu mereka yang membeli karena ingin terlihat keren, karena tidak mau ketinggalan tren, atau karena loyal pada brand tertentu. Sebagai contoh nyata, konsumen yang ingin membeli iPhone, mereka rela antre berjam-jam bukan semata karena spesifikasinya, melainkan karena nilai emosional, status, kebanggaan, dan koneksi dengan komunitas pengguna Apple.
Sebagai seorang sales, kita mempunyai tugas untuk membaca arah angin ini. Tugas Anda bukan menebak, tetapi mendengar dengan cermat saat pelanggan bercerita, perhatikan kata-kata yang digunakan pelanggan, tangkap nada suaranya, bahkan perhatikan gesturnya. Seringkali petunjuknya ada disana. Kalau pelanggan banyak bicara tentang harga dan efisiensi, ia cenderung rasional. Tapi kalau ia menyinggung soal gaya, tren, atau “biar nggak ketinggalan,” artinya sisi emosional lebih dominan.
Dengan memahami motivasi, Anda bisa menyesuaikan cara bicara. Rasional → tunjukkan data. Emosional → bangun cerita dan pengalaman.
2. Kuasai Produk, Sampaikan dengan Cerita yang Relevan
Didalam dunia sales, menguasai produk luar dalam itu kewajiban. Tetapi, hafal spesifikasi tanpa bisa menyampaikannya secara relevan hanya akan menjadikan Anda “mesin fitur.”
Ingat, pelanggan tidak pernah membeli “fitur.” Mereka membeli apa arti fitur itu bagi hidup mereka.
Misalnya:
-
Fitur: kamera 50 MP.
-
Cerita: “Dengan kamera ini, Anda bisa menangkap momen keluarga dengan detail yang tetap indah meski dicetak besar. Jadi, kenangan Anda tidak akan hilang dalam gambar yang buram.”
Cerita mengubah fitur yang dingin menjadi manfaat yang hangat dan terasa dekat. Bukan hanya itu, storytelling juga menciptakan pengalaman emosional yang melekat di ingatan pelanggan.
Dalam sales marketing, storytelling bukan sekadar gaya bicara, tapi strategi untuk menempatkan produk dalam konteks hidup pelanggan.
3. Gunakan Formula F–A–B (Fakta – Arti – Benefit)
Formula ini sederhana, tapi sering diabaikan: Fakta ➝ Arti ➝ Benefit.
-
Fakta: “Laptop ini punya baterai 7000 mAh.”
-
Arti: “Baterainya bisa bertahan lebih dari 24 jam.”
-
Benefit: “Anda bisa bekerja seharian di lapangan tanpa takut lowbat, bahkan kalau lupa bawa charger.”
Bedanya, fitur hanya memberi informasi. Sedangkan benefit memberi alasan untuk membeli. Formula F–A–B menuntun Anda menjembatani jurang antara produk dan kebutuhan pelanggan. Dengan menggunakan formuka ini, anda membantu pelanggan untuk menghubungkan titik-titik antar fitur yang di miliki oleh produk yang anda tawarkan dengan manfaat yang di dapatkan oleh pelanggan.
Dalam praktik, sales yang menggunakan F–A–B biasanya lebih meyakinkan karena pelanggan merasa: “Oh, ternyata ini memang solusi buat saya.”
4. Tanyakan, Jangan Asumsi
Banyak sales jatuh di kesalahan klasik yaitu, terlalu cepat bicara, terlalu lambat mendengar. Padahal, inti dari penjualan adalah memahami dulu, baru menawarkan.
Dengan bertanya, Anda membuka ruang bagi pelanggan untuk menceritakan kebutuhan, masalah, bahkan keraguan mereka. Pertanyaan sederhana seperti, “Apa yang paling sering jadi tantangan Bapak/Ibu dalam penggunaan produk sebelumnya?” bisa membuka percakapan yang bernilai tinggi.
Selain itu, riset dari Salesforce (2023) menunjukkan bahwa pelanggan lebih percaya pada sales yang berperan sebagai mitra konsultatif, bukan hanya penjual. Dengan kata lain, Anda tidak hanya menawarkan produk, tetapi membantu mereka menemukan solusi.
Tanyakan, dengarkan, lalu gunakan jawaban itu sebagai amunisi untuk memberikan solusi yang tepat.
5. Gunakan Bahasa Manfaat, Bukan Bahasa Ribet
Bahasa yang terlalu teknis sering membuat pelanggan merasa jauh. Ingat, tidak semua orang punya latar belakang teknis. Pelanggan bukan insinyur yang tertarik mendengar detail laboratorium. Mereka lebih ingin penjelasan yang sederhana, lugas, dan bisa langsung mereka bayangkan dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, ketika Anda menjual popok bayi.
Kalau Anda berkata:
“Daya serap 90% dengan bahan mikroabsorban.”
Kalimat ini mungkin terdengar canggih, tapi tidak semua orang mengerti maksudnya.
Sekarang bandingkan dengan kalimat ini:
“Popok ini bikin bayi tetap kering semalaman. Bayinya tidur nyenyak, dan ibunya juga bisa istirahat dengan tenang.”
Kalimat kedua lebih mudah dipahami, dan pelanggan bisa langsung membayangkan manfaatnya. Seorang ibu yang mendengarnya tidak lagi membayangkan angka 90%, tapi membayangkan bayinya yang tidur pulas tanpa rewel.
Inilah yang disebut bahasa manfaat. Anda tidak sekadar menjelaskan produk, tetapi menunjukkan dampak nyata yang dirasakan pelanggan. Bahasa manfaat membuat pelanggan merasa, “Oh, produk ini memang cocok buat saya.”
Sebagai sales, tugas Anda bukan membuat pelanggan kagum pada istilah teknis, tapi membantu mereka melihat bagaimana produk bisa mempermudah hidup. Dan itu hanya bisa tercapai kalau Anda berbicara dengan bahasa yang mereka pahami.
Menjual dengan nilai bukan hanya soal teknik presentasi, tapi soal pola pikir. Sales yang hanya mengejar target jangka pendek biasanya kesulitan membangun hubungan yang langgeng dengan pelanggan. Sebaliknya, sales yang fokus pada membantu pelanggan menemukan solusi justru akan lebih dihargai, dipercaya, dan diingat.
Inilah yang menjadi inti dari Consultative Selling Skills. Program ini dirancang untuk membekali tenaga penjualan agar mampu memahami kebutuhan, mendengarkan dengan empati, serta menyesuaikan pendekatan komunikasi dengan karakteristik tiap pelanggan. Dengan cara ini, penjualan bukan lagi sekadar transaksi, melainkan sebuah proses membangun kepercayaan dan hubungan jangka panjang.
Ingin tahu seperti apa pendekatan consultative selling yang paling sesuai untuk tim Anda?
Hubungi MDI hari ini dan mulai perjalanan membentuk tenaga penjualan yang dipercaya pelanggan.
Segera Konsultasikan Dengan Kami Melalui:
Telp: (+62) 851-7546-9337
Email: Training@mditack.co.id
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!